Minggu, 23 Desember 2012

Analogi

I. PENDAHULUAN

Setiap ilmu yang dipelajari mempunyai aspek aksiologi atau nilai guna. Adapun manfaat mempelajari logika adalah membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Berbicara tetang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan,yang satu dengan yang lain. Biasanya dalam mengadakan perbandingan orang mencari kesamaan dan perbedaan diantara hal-hal yang di perbandingkan.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, analogi adalah kias, persamaan antara dua benda atau hal yang berbeda. Meng·a·na·lo·gi·kan berarti membuat sesuatu yang baru berdasarkan contoh yang sudah ada, mereka-reka bentuk kata baru dengan mencontoh bentuk yang telah ada.
Analogi adalah suatu bentuk penalaran dengan jalan mempersamakan dua hal yang berlainan. Kedua hal itu diperbandingkan untuk dicari persamaannya. Analogi dilakukan dengan mempersamakan kedua hal yang sebenarnya berlainan.

B. Macam-macam analogi
Analogi dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Analogi Induktif
Analogi Induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada kedua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama akan terjadi pada fenomena yang kedua.
Misalnya :
Sarno adalah anak pak sastro dia anak yang rajin dan jujur
Sarni adalah anak pak sastro dia anak yang rajin dan jujur
Sarto adalah anak pak sastro
Jadi, sarto anak pak saatro adalah anak yang rajin dan jujur
2. Analogi deduktif
Analogi deklaratif metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang dikenal.
Contoh: Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah.

C. Pengujian dan penilaian analogi
Untuk mengukur sejauh mana sebuah analogi dapat di percaya, diketahui dengan alat sebagai berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan. Semakin besar peristiwa sejenis yang kita analogikan, maka semakin besar pula taraf kepercayaannya.
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
3. Sifat dan analogi yang kita buat.
4. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.
5. Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginya tidak kuat dan bahkan bisa gagal.

D. Analogi yang pincang
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang popular, namun tidak semua penalaran analogi merupakan analogi induktif yang benar. Ada masalah yang tidak memenuhi syarat atau tidak biasa diterima meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukan kekeliruan. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang tidak tepat.
1. Kekeliruan yang pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif.
Contoh : Saya heran mengapa orang takut berpergian dengan pesawat terbang karena sering terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit menelan korban. Bila demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena hampir semua manusia menemui ajalnya di tempat tidur.
Disini naik pesawat di takuti karena sering menimbulkan petaka yang menyebabkan maut. Sedang orang tidur tidak takut tidur di tempat tidur karena jarang sekali atau boleh di katakan tidaka pernah ada orang menemui ajalnya karena kecelakaan tempat tidur. Tetapi karena penyakit yang di idapnya. Jadi di sini orang menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
2. Kekeliruan kedua adalah pada analogi deklaratif.
Contoh : Negara kita sudah banyak berutang. Dengan pebangunam lima tahun kita harus menumpuk utang terus menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan lima tahun ini memaksa rakyat dan bangsa Indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara kita tidak ingin tenggelam dan mati bukan? karena itu kita lebh baik tidak naik kapal sarat itu. Kita tidak perlu melakukan pembangunan Lima tahun.
Disini seseorang tidak setuju dengan pembangunan lima tahun yang sedang di laksanakan dengan analogi yang pincang. Memang Negara kita perlu melakukan pinjaman untuk membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Dengan demikian penghasilkan perkepala akan meningkat disbanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara disini hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi positif dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.

III. REFERENSI


Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar