Setiap
ilmu yang dipelajari mempunyai aspek aksiologi atau nilai guna. Adapun manfaat
mempelajari logika adalah membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan
teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Berbicara
tetang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan,yang satu dengan
yang lain. Biasanya dalam mengadakan perbandingan orang mencari kesamaan dan
perbedaan diantara hal-hal yang di perbandingkan.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Di
dalam kamus besar bahasa Indonesia, analogi adalah kias, persamaan antara dua
benda atau hal yang berbeda. Meng·a·na·lo·gi·kan berarti membuat sesuatu yang
baru berdasarkan contoh yang sudah ada, mereka-reka bentuk kata baru dengan
mencontoh bentuk yang telah ada.
Analogi
adalah suatu bentuk penalaran dengan jalan mempersamakan dua hal yang
berlainan. Kedua hal itu diperbandingkan untuk dicari persamaannya. Analogi dilakukan dengan mempersamakan kedua hal yang sebenarnya
berlainan.
B. Macam-macam analogi
Analogi
dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Analogi Induktif
Analogi Induktif adalah analogi yang
disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada kedua fenomena, kemudian
ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama akan terjadi pada fenomena
yang kedua.
Misalnya :
Sarno adalah anak pak sastro dia
anak yang rajin dan jujur
Sarni adalah anak pak sastro dia
anak yang rajin dan jujur
Sarto adalah anak pak sastro
Jadi, sarto anak pak saatro adalah
anak yang rajin dan jujur
2. Analogi deduktif
Analogi
deklaratif metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal
atau masih samar, dengan sesuatu yang dikenal.
Contoh:
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun
oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak
semua kumpulan batu adalah rumah.
C. Pengujian dan penilaian analogi
Untuk
mengukur sejauh mana sebuah analogi dapat di percaya, diketahui dengan alat
sebagai berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang
dianalogikan. Semakin besar peristiwa sejenis yang kita analogikan, maka
semakin besar pula taraf kepercayaannya.
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar
analogi.
3. Sifat dan analogi yang kita buat.
4. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang
berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.
5. Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginya tidak kuat dan bahkan bisa
gagal.
D. Analogi yang pincang
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang popular, namun
tidak semua penalaran analogi merupakan analogi induktif yang benar. Ada
masalah yang tidak memenuhi syarat atau tidak biasa diterima meskipun sepintas
sulit bagi kita menunjukan kekeliruan. Kekeliruan ini terjadi karena membuat
persamaan yang tidak tepat.
1. Kekeliruan yang pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif.
Contoh : Saya heran mengapa orang takut berpergian dengan pesawat
terbang karena sering terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit
menelan korban. Bila demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur
karena hampir semua manusia menemui ajalnya di tempat tidur.
Disini naik pesawat di takuti karena sering menimbulkan petaka yang
menyebabkan maut. Sedang orang tidur tidak takut tidur di tempat tidur karena
jarang sekali atau boleh di katakan tidaka pernah ada orang menemui ajalnya karena
kecelakaan tempat tidur. Tetapi karena penyakit yang di idapnya. Jadi di sini
orang menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
2. Kekeliruan kedua adalah pada analogi deklaratif.
Contoh : Negara kita sudah banyak berutang. Dengan pebangunam lima
tahun kita harus menumpuk utang terus menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan
lima tahun ini memaksa rakyat dan bangsa Indonesia seperti naik perahu yang
sarat yang semakin tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara
kita tidak ingin tenggelam dan mati bukan? karena itu kita lebh baik tidak naik
kapal sarat itu. Kita tidak perlu melakukan pembangunan Lima tahun.
Disini seseorang tidak setuju dengan pembangunan lima tahun yang
sedang di laksanakan dengan analogi yang pincang. Memang Negara kita perlu
melakukan pinjaman untuk membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin
sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Dengan demikian penghasilkan
perkepala akan meningkat disbanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun
ke tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara
disini hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi
positif dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.
III. REFERENSI
- Tim pustaka phonix, KBBI, Jakarta, 2009
- Mundiri, Logika, Jakarta, PT Raja grafindo persada, 2008
- http://AHMAD-ISROIL.blogspot.com/2008/12/Analogi-suatu-logika.html
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar